Ibu Hamil Butuh Makanan Tambahan
Persoalan
tubuh pendek atau stunting jadi beban kesehatan serius di Indonesia. Untuk
menekan jumlah anak usia di bawah lima tahun pendek, semua ibu hamil dianjurkan
mendapat makanan tambahan. Sebagai solusi jangka panjang, intervensi gizi perlu
dilakukan sejak usia remaja. Demikian
disampaikan Peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan, Trihono, saat memaparkan isi buku Pendek (Stunting)
di Indonesia, Masalah dan Solusinya pada Parade Buku Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, di Jakarta, Rabu (8/7). Buku tersebut merupakan satu
dari lima buku yang dipaparkan dalam acara itu.
Trihono
mengatakan, secara nasional, tak terjadi perbaikan prevalensi pendek pada anak
balita yang berlanjut pada anak usia sekolah. Riset Kesehatan Dasar menunjukkan, prevalensi pendek
tahun 2007 mencapai 36,8 persen dan meningkat menjadi 37,2 persen pada 2013.
Tahun 2013, prevalensi tubuh pendek pada anak usia sekolah 31,7 persen.
Untuk itu, dalam jangka pendek,
makanan tambahan perlu dikonsumsi semua ibu hamil, tak hanya yang berstatus
kekurangan energi kronis. Itu bisa mencegah bayi lahir pendek. Dalam jangka
panjang, perlu intervensi perempuan sejak usia remaja melalui peningkatan
kesadaran gizi. "Edukasi gizi harus dibarengi pemberian makanan tambahan
demi menyelamatkan janin," kata Trihono.
Usia pernikahan
Faktor yang berkontribusi besar pada
anak balita pendek ialah berat badan waktu lahir di bawah 2.500 gram dan
panjang di bawah 48 sentimeter. Itu terkait erat dengan indeks massa tubuh ibu
dan usia saat menikah. Makin pendek dan muda perempuan menikah, peluang punya
anak pendek makin tinggi.Maka dari itu, menurut Trihono, intervensi pada ibu
hamil penting mengingat ibu hamil dengan angka kecukupan kalori dan protein
menurut Survei Diet Total 2014 rendah. Dari sisi asupan kalori, misalnya,
mayoritas ibu hamil hanya punya angka kecukupan energi 70 persen. "Semua
pihak perlu bekerja sama agar prevalensi anak balita pendek turun. Begitu
terlahir pendek, sulit memperbaikinya," ujarnya.
Guru Besar Ilmu Gizi Institut
Pertanian Bogor Hardinsyah menilai pendidikan gizi remaja dan pranikah menjadi
langkah penting peningkatan kesadaran gizi calon ibu sejak dini. Selain
itu, perlu sistem kewaspadaan gizi remaja, praremaja, dan ibu hamil untuk
mengontrol status gizi. Pendek
sebagai manifestasi tumbuh kembang terganggu pada anak Indonesia menyebabkan
meningkatnya penyakit tak menular pada usia dewasa. Dengan
data terkait gizi yang kaya, menurut Trihono, itu akan memudahkan pemerintah
mencari solusi masalah pendek. Harapannya, beban penyakit tak menular yang
banyak menyedot biaya kesehatan pada kemudian hari dapat dihindari.
Kepala
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga
Aditama yang memaparkan buku Beban Ganda Kesehatan Masyarakat
menyatakan, terjadi transisi epidemiologi di Indonesia. Penyakit menular, yang
pada 1990-an mendominasi kejadian penyakit, sejak 2000-an digantikan penyakit
tak menular. Survei Registrasi Sampel
2014 menunjukkan, 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di Tanah Air
didominasi penyakit tak menular, yakni penyakit kardiovaskular, diabetes
melitus, hipertensi dan komplikasinya, serta penyakit saluran pernapasan bawah
kronis. Secara ekonomi, penyakit tak menular
menimbulkan beban amat besar dalam pembiayaan kesehatan. Jika tak dikendalikan,
biaya kesehatan dalam Jaminan Kesehatan nasional akan terus membengkak. (ADH) ( Sumber : Kompas 9 Juli 2015)
No comments:
Post a Comment