July 17, 2015

Ibu Hamil Butuh Makanan Tambahan



http://nulisbuku.com/books/view_book/7216/strategi-sun-tzu-menangkan-pilkada
Ibu Hamil Butuh Makanan Tambahan

Persoalan tubuh pendek atau stunting jadi beban kesehatan serius di Indonesia. Untuk menekan jumlah anak usia di bawah lima tahun pendek, semua ibu hamil dianjurkan mendapat makanan tambahan. Sebagai solusi jangka panjang, intervensi gizi perlu dilakukan sejak usia remaja. Demikian disampaikan Peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Trihono, saat memaparkan isi buku Pendek (Stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusinya pada Parade Buku Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, di Jakarta, Rabu (8/7). Buku tersebut merupakan satu dari lima buku yang dipaparkan dalam acara itu.

Trihono mengatakan, secara nasional, tak terjadi perbaikan prevalensi pendek pada anak balita yang berlanjut pada anak usia sekolah. Riset Kesehatan Dasar menunjukkan, prevalensi pendek tahun 2007 mencapai 36,8 persen dan meningkat menjadi 37,2 persen pada 2013. Tahun 2013, prevalensi tubuh pendek pada anak usia sekolah 31,7 persen.
Untuk itu, dalam jangka pendek, makanan tambahan perlu dikonsumsi semua ibu hamil, tak hanya yang berstatus kekurangan energi kronis. Itu bisa mencegah bayi lahir pendek. Dalam jangka panjang, perlu intervensi perempuan sejak usia remaja melalui peningkatan kesadaran gizi. "Edukasi gizi harus dibarengi pemberian makanan tambahan demi menyelamatkan janin," kata Trihono.

Usia pernikahan


Faktor yang berkontribusi besar pada anak balita pendek ialah berat badan waktu lahir di bawah 2.500 gram dan panjang di bawah 48 sentimeter. Itu terkait erat dengan indeks massa tubuh ibu dan usia saat menikah. Makin pendek dan muda perempuan menikah, peluang punya anak pendek makin tinggi.Maka dari itu, menurut Trihono, intervensi pada ibu hamil penting mengingat ibu hamil dengan angka kecukupan kalori dan protein menurut Survei Diet Total 2014 rendah. Dari sisi asupan kalori, misalnya, mayoritas ibu hamil hanya punya angka kecukupan energi 70 persen. "Semua pihak perlu bekerja sama agar prevalensi anak balita pendek turun. Begitu terlahir pendek, sulit memperbaikinya," ujarnya.

Guru Besar Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor Hardinsyah menilai pendidikan gizi remaja dan pranikah menjadi langkah penting peningkatan kesadaran gizi calon ibu sejak dini. Selain itu, perlu sistem kewaspadaan gizi remaja, praremaja, dan ibu hamil untuk mengontrol status gizi. Pendek sebagai manifestasi tumbuh kembang terganggu pada anak Indonesia menyebabkan meningkatnya penyakit tak menular pada usia dewasa. Dengan data terkait gizi yang kaya, menurut Trihono, itu akan memudahkan pemerintah mencari solusi masalah pendek. Harapannya, beban penyakit tak menular yang banyak menyedot biaya kesehatan pada kemudian hari dapat dihindari.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama yang memaparkan buku Beban Ganda Kesehatan Masyarakat menyatakan, terjadi transisi epidemiologi di Indonesia. Penyakit menular, yang pada 1990-an mendominasi kejadian penyakit, sejak 2000-an digantikan penyakit tak menular. Survei Registrasi Sampel 2014 menunjukkan, 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di Tanah Air didominasi penyakit tak menular, yakni penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, hipertensi dan komplikasinya, serta penyakit saluran pernapasan bawah kronis. Secara ekonomi, penyakit tak menular menimbulkan beban amat besar dalam pembiayaan kesehatan. Jika tak dikendalikan, biaya kesehatan dalam Jaminan Kesehatan nasional akan terus membengkak. (ADH) ( Sumber : Kompas 9 Juli 2015)

No comments:

Post a Comment